Religion and Sustainable

Official Blog of Institute for Religion and Sustainable Development

"Kepemimpinan Perempuan dan Sampah Pasar Ciputat"  

Begitu keras perdebatan pada hari ini, terkait kepemimpinan perempuan dimana teman-teman yang memperjuangkan kesetaraan peran dalam berpolitik dan ruang publik, pada sisi lain mengenai kepemimpinan politik dan penguasaan terhadap simbol kekuasaan. Ada dua contoh terkait fenomena ini yang penulis lihat dan saksikan, pertama Bupati Bekasi dan Walikota Tanggerang Selatan. Keduanya adalah perempuan yang memiliki talenta serta visi yang begitu mengagumkan ketika mereka mencalonkan diri sebagai Bupati atau Walikota, sehingga masyarakat menyerahkan kepercayaan mereka dengan memilih kedua perempuan tangguh ini, dengan harapan masyarakat terhadap pemenuhan akan fasilitas publik dan peningkatan kualitas hak dasar. Sebagai catatan ada dua hal yang menjadi perhatian penulis sa'at ini, khususnya kasus Sampah di Pasar Ciputat dan Konflik gereja HKBP di Bekasi. Tulisan hari ini mencoba mendalami kasus Tumpukan sampah di Pasar Ciputat yang hampir setiap hari di komentari oleh pejalan kaki. Dari hampir 15 hari melewati pasar ciputat, karena kebetulan kantor penulis berada di Ciputat. Penulis mencoba memberikan analisis terhadap situasi ini yang berindikasi bahwa kurangnya perhatian pemerintah Tanggerang Selatan terhadap hak kebersihan di ruang publik yang mesti dipenuhi, menunjukan bahwa kepemimpinan yang ada adalah kepemimipinan politik yang berorientasi pada pemuasan kekuasaan untuk fantasi pribadi. Pemuasan yang berorientasi pada fantasi pribadi sesungguhnya menjelaskan bagaimana kekuasaan ini didapat dan sejauh mana partisipasi masyarakat untuk mendukung dan merasa memiliki pemimpin mereka. Sungguh jauh panggang dari api, pemimpin yang diharapkan menjadi pelayan bagi kepentingan masyarakat justru seakan lebih suka dilayani dan melupakan identitas kepemimpinan yang melekat pada dirinya. Identitas perempuan yang juga selama ini dieluk-elukan, terutama dengan karakterisitik femininitas, ibu bagi lingkungan dan simbol dari kebersihan dan keanggunan justru tidak terefleksi pada daerah yang mereka pimpin. Dari gambar yang sering mendampingi spanduk ucapan selamat tahun baru, atau promosi program yang terdapat hampir diseluruh pelosok kota dan menunjukan paras muka yang bersih serta terawat berbanding terbalik ketika pembaca  melewati Pasar Ciputat yang penuh dengan tumpukan sampah pada pukul 07.00-10.00 pagi dan masih ada pada pukul 17.00, sore harinya. tragis memang, nasib bangsa ini sehingga sebagai sebuah pembelajaran kita untuk kedepannya, bahwa memilih pemimpin bukan lagi didasarkan pada bagaimana tampilan luarnya atau berapa uang yang di berikan untuk mendapat dukungan tapi para pemilih sejatinya sudah mulai melihat apa yang telah dia lakukan untuk kita masyarakat yang suatu hari tidak akan memiliki daya untuk memberikan masukan jika para pemimpin yang diharapkan ini duduk pada kursi kekuasaan dan sebaliknya para pemilih akan diabaikan. (rn)              


[get this widget]

AddThis Social Bookmark Button

1 komentar

  • muslim-women-sexuality  
    11 Agustus 2012 pukul 23.34

    Persoalan keteledoran seorang pemimpin dalam merespon permasalahan di masyarakat, seperti sampah Ciputat, saya rasa tidak tepat jika dihubungkan dengan jenis kelamin. Ini lebih berhubungan dengan kapasitas dan komitmen pemimpin untuk memberikan pelayanan terbaik. Pasar ciputat harusnya menjadi PR pemimpin baik laki-laki maupun perempuan karena ini adalawajah sebuah wilayah, sehingga keberadaannya harus dipastikan terkelolah. buruknya pengelolaan pasar Ciputat, saya rasa lebih pada refleksi buruknya manajemen kepemimpinan di TangSel. Pemimpin tidak legitimate sehingga sulit dipercaya rakyat.Akhirnya Rakyatpun berontak dengan melakukan perlawanan "public ignorance" yaitu membuang sampah sembarangan..Jadi ini bukan persoalan perempuan nya

Posting Komentar